Tugas Akhir
Mata Kuliah Psikologi Pendidikan
“ Urgensi Pendidikan Agama dalam
Menanggulangi Perilaku Negatif Peserta Didik
(Di tinjau Berdasarkan Psikologi
Islami) ”
OLEH :
MUH. IRWANSYAH, S.PD
13B13040
DOSEN:
PROF. DR. SYAMSUL BACHRI THALIB M.SI.
PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGER MAKASSAR
2013
ABSTRAK
Pendidikan
agama merupakan pendidikan yang sangat penting dan harus dipenuhi oleh setiap
insan manusia sedini mungkin. Karna pendidikan agama sumbernya adalah sang
pencipta (Allah swt) melalui Alquran dan anjuran serta ajakan Nabi Muhammad saw
yang berdasarkan pada Hadis. Dengan memahami nilai-nilai agama baik lewat
keluarga, sekolah dan lingkungan peserta didik akan memiliki aqidah yang kuat
dan akhlak yang mulia. Dengan dibekali aqidah dan akhlak yang kokoh peserta
didik dapat membedakan antara perbuatan yang haram dan halal atau perbuatan
yang baik dan perbuatan yang buruk. Sehingga ketika masuk usia remaja atau
dewasa mereka bisa menyaring atau menimbang terlebih dahulu suatu perbuatan
baru mereka berani bertindak/ berbuat.
Membekali
pendidikan agama pada anak (peserta didik) bukan hanya tugas lembaga pendidikan
semata (sekolah), namun ini adalah tugas semua pihak baik itu keluarga,
sekolah, maupun lingkungan masyarakat. Keluarga memiliki kewajiban dalam
menjaga dan membimbing anaknya kearah yang positif karna pendidikan yang paling
utama ada didalam lingkungan keluarga. Begitupun sekolah, sekolah merupakan
tempat bersemayamnya peserta didik, disana mereka mencari tahu apa yang belum
diketahuinya. Semua element dalam lembaga pendidikan harus mampu menjadi contoh
teladan, dengan memperlihatkan perilaku positif sesuai dengan tuntutan agama
dan norma yang berlaku sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik.
Tidak terkecuali masyarakat disekitar, wajib memperlihatkan lingkungan yang
aman dan kondusif jauh dari tempat yang dapat merusak aqidah dan moral umat,
karna separuh tempat peserta didik untuk berkembang dan berinteraksi ada
dilingkungan masyarakat.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengantar
Akhir-akhir ini
berbagai permasalahan terus menghiasi kehidupan kita, salah satunya adalah
masalah kenakalan remaja atau pergaulan bebas. Remaja yang diharapkan oleh
semua pihak sebagai generasi penerus yang akan melanjutkan kehidupan bangsa,
agar bangsa dan Negara kedepannya menjadi lebih baik dari hari ini.
Namun berbagai
perilaku negatif (perilaku menyimpang) yang tidak sesuai dengan norma agama
terus dilakukn oleh generasi bangsa ini. Misalnya mengkonsumsi minumakn keras
dan Narkoba, Aborsi, melakukan hubungan seksual diluar pernikahan, HIV/ AIDS,
tawuran antara pelajar maupun tawuran antara mahasiswa yang menyebabkan
luka-luka bahkan kematian.
Berdasarkan
informasi diatas sebagai calon pendidik yang berkecimpung didunia pendidikan
penulis merasa terpukul dan prihatin melihat berbagai problematika tersebut.
Oleh karnanya semua element masyarakat harus bekerjasama dalam menyelesaikan
permasalahan diatas baik itu keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Apata lagi dalam
undang-undang sistem pendidikan Nasional No.20 tahun 2003 berbunyi “Pendidikan berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Oleh karna itu menurut
Agus warsisto, terkait dengan undang-undang Sisdiknas yang diuraikan di atas
jelas bahwa peran nilai-nilai agama menjadi sangat penting dalam setiap proses
pendidikan yang terjadi di sekolah. Karena terbentuknya manusia yang beriman
dan berakhlak mulia tidak mungkin tercapai tanpa peran dari agama.
Sedangkan
menurut Said agil Husain, (2005:7), sesuai perkembangan masyarakat yang semakin
dinamis sebagai akibat kemajuan ilmu dan tekhnologi, terutama tekhnologi
informasi, maka aktualisasi nilai-nilai Alquran menjadi sangat penting. Karena
tanpa aktualisasi kitab suci ini, umat Islam akan menghadapi kendala dalam
upaya internalisasi nilai-nilai qurani sebagai upaya pembentukan pribadi umat
yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cerdas, maju dan mandiri.
Beliau juga
menambahkan, bahwa secara normatif, tujuan yang ingin dicapai dalam proses
aktualisasi nilai-nilai Alquran dalam pendidikan meliputi tiga dimensi atau
aspek kehidupan yang harus dibina dan dikembangkan oleh pendidikan, yaitu:
1. Dimensi spiritual, adalah iman Taqwa
dan akhlak mulia (yang tercermin dalam ibadah dan mu’amalah).
2. Dimensi budaya, merupakan kepribadian
yang mantap dan mandiri, tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
3. Dimensi kecerdasan yang membawa kepada
kemajuan, yaitu cerdas, kreatif, terampil, disiplin, etos kerja, profesional,
inovatif dan produktif.
Berdasarkan
uraian diatas penulis menyusun makalah ini dengan judul “ Urgensi Pendidikan Agama dalam
Menanggulangi Prilaku Negatif Peserta Didik (Ditinjau Berdasarkan Psikologi Islami)
”
B. Rumusan
Masalah.
Dalam makalah ini penulis merumuskan tentang Bagaimana
implementasi pendidikan agama di lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan
masyarakat dalam menanggulangi perilaku negatif peserta didik
C. Tujuan
Adapun tujun dari tulisan ini yaitu untuk mengetahui pentingnya
pendidikan agama di lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat
dalam menanggulangi perilaku negatif peserta didik.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A. Perilaku
Negatif Anak (Peserta Didik).
Perilaku negatif dalam tulisan ini artinya berbagai perilaku
menyimpang yang dilakukan oleh anak (peserta didik) yang tidak sesuai dengan
ajaran agama (islam) dan norma-norma yang berlaku misalnya kebiasaan
mengkonsumsi alkohol, narkoba, berzina, aborsi, perkelahian dan berbagai
perilaku menyimpang lainnya yang dapat merusak dirinya sendiri, menggangu orang
lain bahkan fasilitas umum.
Globalisasi (mendunia) merupakan suatu proses atau tatanan
yang menyebabkan seseorang, atau suatu Negara saling dihubungkan dengan
masyarakat atau Negara lain akibat kemajuan teknologi komunikasi diseluruh
penjuru dunia. Oleh sebab itu, dalam era globalisasi, peristiwa-peristiwa yang
terjadi disuatu Negara dapat diketahui dengan cepat oleh bangsa atau Negara
lain. Hubungan yang lebih bersih efektif ini menyebabkan unsur-unsur budaya
asing menjadi mudah masuk kesuatu Negara. (Solihati:2013).
Sedangkan
menurut Muhaimin: 2013 ada beberapa tantangan bagi dunia pendidikan dizaman ini
salah satu salah satu diantaranya adalah globalisasi dibidang budaya etika dan
moral sebagai akibat dari kemajuan teknologi
dibidang transportasi dan informasi. Para siswa atau peserta didik saat
ini telah mengenal berbagai sumber pesan pembelajaran baik yang bersifat pedagogis-terkontrol.
Sumber-sumber pesan pembelajaran yang sulit terkontrol akan dapat memengaruhi
perubahan budaya, etika dan moral para siswa atau masyarakat. Masyarakat yang
semula merasa asing dan bahkan tabu terhadap model-model pakaian (fashion) yang
terbuka dan hiburan-hiburan (fun) atau film-film porno dan sadism. Atau tabu
dengan bacaan dengan gambar porno yang dibuat media massa, kemudian menjadi
biasa-biasa saja (permissive), bahkan
ikut menjadi bagian dari itu. Sebagai eksesnya adalah munculnya sikap sadisme,
kekerasan pemerkosaan, dan sebagainya dikalangan sebagian masyarakat. Bahkan
tidak heran pada saat ini sering dijumpai model kehidupan controversial yang
dapat dialami dalam waktu yang sama serta dapat bertemu dalam pribadi yang
sama, yaitu antara kesalehan dan keseronohan, antara kelembutan dan kekekrasan,
antara koruptor dan dermawan, antara koruptor dan keaktifan beribadah (shalat,
haji atau umrah) serta antara masjid dan mall, yang keduanya terus berdampingan
satu sama lain.
Menurut sekretaris jendral Komite perlindungan anak
Indonesia (KPAI) bahwa selama tahun 2008 hingga tahun 2010 terdapat 2,5 juta
kasus aborsi dan konon katanya 800.000 diantaranya dilakukan oleh remaja
dibawah usia 18 tahun. Sedangkan menurut Ketua Umum Gerakan Nasional Anti
Narkoba (GRANAT) sejak tahun 1999 jumlah pengguna Narkoba mencapai 2 juta orang
dan pada tahun 2013 ini meningkat menjadi 4.583.690 orang, dan tidak sedikit generasi
muda yaitu pelajar dan mahasiswa yang ikut menikmati barang haram tersebut(Granat.com/ BNN. com).
Permasalahan anak bangsa tidak selesai disitu saja
akhir-akhir ini pihak kepolisian disibukkan dengan tindakan brutal dan aksi
premanisme yang dilakukan oleh geng motor diberbagai daerah. Mereka tidak
segan-segan untuk merusak fasilitas umum dan bahkan melakukan aksi pembunuhan
terhadap pihak-pihak yang mereka anggap sebagai musuh. Seperti yang terjadi
dikota Makassar Sulawesi selatan (Kamis, 9/5/2013) dua orang wartawan Trans TV
dan Fajar TV ditikam dengan menggunakan badik setelah itu para pelaku mengambil
ponsel korban lalu kabur (sindonews.com).
Padahal generasi muda merupakan calon pemimpin dimasa yang akan datang yang
harus dijaga dan diawasi proses pertumbuhan dan perkembanaganya. Apabila
generasi muda hari ini telah melakukan suatu kerusakan yakin dan percaya bahwa
bangsa dan Negara ini kedepanya ikut merasakan kerusakan tersebut.
Sementara
dalam Alquran Allah swt mengatakan, yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya mengkonsumsi minuman keras
(khamar), berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah,
adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar
kamu mendapat keberuntungan”. (QS. Al- Maidah: 90.
Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah saw dalam
hadisnya yang artinnya: “Jauhilah Khamar
Sesunguhnya ia adalah kunci semua keburukan” (HR.Al-Hakim & Al-Baihaqi).
Selanjutnya dalam ayat yang lain Allah swt
mengatakan:
“Dan janganlah kamu
mendekati zina, Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan
suatu jalan yang buruk. (Qs. Al-Isra’a: 32).
Bahaya dari perzinahan telah digambarkan oleh Rasulullah saw
14 abad yang lalu dalam hadisnya:
“Umatku senantiasa ada dalam kebaikan selama tidak terdapat Zina namun
jika terdapat Zina maka Allah swt akan melimpakkan Azab terhadap mereka” (HR.
Ahmad).
B. Faktor-
Faktor Yang Menyebabkan Munculnya Perilaku Negatif.
Menurut Zakiah drajat dalam Fachrudin: 2011 faktor- faktor
penyebab anak berkepribadian buruk dewasa ini yaitu:
1. Kurang tertanamnya jiwa agama pada
tiap-tiap orang dalam masyarakat.
Keyakinan beragama yang berdasarkan atas pengertian yang
sungguh-sungguh dan sehat tentang ajaran agama yang dianutnya dan, kemudian
diiringi dengan pelaksanaan ajaran-ajaran tersebut merupakan benteng yang
paling kokoh. Apabila keyakinan beragama itu betul-betul telah menjadi bagian
integral dari kepribadian seseorang maka keyakinannya itulah yang akan
mengawasi segala tindakan, perkataan bahkan perasaanya. Jika terjadi tarikan
orang pada kepada yang tampaknya menyenangkan dan mengembirakan, maka keimananya
cepat bertindak meneliti apakah hal tersebut boleh atau terlarang oleh
agamannya. Andaikan termasuk hal yang terlarang, betapapun tarikan luar itu
tidak akan diindahkannya, karena ia takut melaksanakan yang terlarang dalam
agama. Jika setiap orang kuat keyakinanya kepada tuhan, mau menjalankan agama
dengan sungguh-sungguh, maka tidak perlu polisi, tidak perlu pengawasan yang
ketat, karna setiap dapat menjaga dirinya sendiri, tidak mau melanggar
hukum-hukum dan ketentuan tuhannya. Semakin jauh masyarakat dari agama, semakin
susah memelihara moral orang dalam masyarakat itu dan semakin kacaulah suasana,
karena semakin banyaknya pelanggaran-pelanggaran atas hak dan hukum.
2. Keadaan masyarakat yang kurang stabil baik
dari segi ekonomi, sosial dan politik.
Faktor kedua yang ikut mempengaruhi moral masyarakat ialah
kurang stabilnya keadaan baik ekonomi, sosial maupun politik. Kegoncangan atau
ketidak stabilan suasana yang melingkungi seseorang menyebabkan gelisah dan
cemas, akibat tidak mencapai rasa aman dan ketentraman dalam hidup. Demikian
juga dengan keadaan sosial dan politik, jika tidak stabil, maka akan
menyebabkan orang merasa takut, cemas dan gelisah, dan keadaan seperti ini akan
mendorong pula pada kelakuan-kelakuan yang mencari rasa aman yang kadang-kadang
menimbulkan kecurigaan, tuduhan-tuduhan yang tidak beralasan, kebencian kepada
orang lain, adu domba, fitnah dan lain sebagainya. Hal ini semua mudah terjadi
pada orang yang kurang keyakinannya kepada agama, dan mudah menjadi gelisah.
3. Pendidikan moral tidak terlaksana
menurut mestinya, baik dirumah tangga, sekolah maupun masyarakat.
Faktor ketiga yang
juga penting adalah tidak terlaksananya pendidikan moral dengan baik dalam
rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Pembinaan moral seharusnya dilaksanakan
sejak anak kecil sesuai dengan kemampuan dan umurnya. Karena setiap anak lahir
belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah, dan belum tahu batas-batas
dan ketentuan moral yang berlaku dalam lingkunganya. Tanpa dibiaskan menamkan
sikap-sikap yang dianggap baik untuk pertumbuhan moral, anak-anak akan
dibesarkan tanpa mengenl moral itu. Juga peril diingat bahwa pemahaman tentang
moral belum dapat menjamin tindakan moral. Moral bukanlah suatu pelajaran atau
ilmu pengetahuan yang dapat dicapai dengan mempelajari, tanpa membiasakan hidup
bermoral dari kecil, karena moral itu tumbuh dari tindakan kepada pengertian.
Disinilah peranan orang tua, guru dan lingkungan yang sangat penting. Jika anak
dilahirkan dan dibesarkan oleh orang tua yang tidak bermoral atau tidak
mengerti cara mendidik, ditambah pula dengan lingkungan masyarakat yang goncang
dan kurang mengindahkan moral, maka sudah barang tentu hasil yang akan terjadi
tidak menggembirakan dari segi moral.
4. Suasana rumah tangga yang kurang baik.
Faktor yang terlihat pula dalam masyarakat sekarang ialah
kerukunan hidup dalam rumah tangga kurang terjamin tidak tampak adanya saling pengertian,
saling menerima, saling menghargai, saling mencintai diantara suami isteri.
Tidak rukunnya ibu bapak menyebabkan gelisahnya anak-anak, mereka menjadi
takut, cemas dan tidak tahan berada
ditengah-tengah orang tua yang tidak rukun. Maka anak-anak yang gelisah dan
cemas itu mudah terdorong kepada perbuatan-perbuatan yang merupakan ungkapan
dari rasa hatinya, biasanya akan menggangu ketentraman orang lain. Demikian
juga halnya dengan anak-anak yang merasa kurang mendapat perhatian, kasih
saying dan pemeliharaan orang tua akan mencari kepuasaan diluar rumah.
5. Diperkenalkan secara populer obat-obat
dan alat-alat anti hamil.
Suatu hal yang sementara pejabat tidak disadari bahayanya
terhadap moral anak-anak muda adalah diperkenalkannya secara populer
obat-obatan dan alat-alat yang digunakan untuk mencegah kehamilan. Seperti kita
ketahui bahwa usia muda adalah usia yang baru mengalami dorongan seksual akibat
pertumbuhan biologis yang dilaluinya, mereka belum mempunyai pengalaman, dan
jika mereka juga belum mendapatkan didikan agama yang mendalam, mereka akan
dengan mudah dibujuk oleh orang-orang yang tidak baik yang hanya melampiaskan
hawa nafsunya. Dengan demikian, akan terjadilah obat atau alat-alat itu
digunakan oleh anak-anak muda yang tidak terkecuali anak-anak sekolah atau
mahasiswa yang dapat dibujuk oleh orang yang tidak baik itu oleh kemauan mereka
sendiri yang mengikuti arus darah mudanya tanpa terkendali. Orang tidak ada
yang tahu, karena bekasnya tidak
terlihat dari luar.
6. Banyaknya tulisan-tulisan,
gambar-gambar, siaran-siaran, kesenian-kesenian yang tidak mengindahkan
dasar-dasar dan tuntunan moral.
Suatu hal yang belakang ini kurang mendapat perhatian kita
ialah tulisan-tulisan, bacaan-bacaan, lukisan-lukisan, siaran-siaran,
kesenian-kesenian dan permainan-permainan yang seolah-olah mendorong anak muda
untuk mengikuti arus mudanya. Segi-segi moral dan mental kurang mendapat
perhatian, hasil-hasil seni itu sekedar ungkapan dari keinginan dan kebutuhan
yang sesungguhnya tidak dapat dipenuhi begitu saja. Lalu digambarkan dengan
sangat realistis, sehingga semua yang tersimpan di dalam hati anak-anak muda diungkap dan realisasinya
terlihat dalam cerita, lukisan atau permainan tersebut. Inipun mendorong
anak-anak muda kejurang kemerosotan moral.
7. Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu
luang (leisure time) dengan cara yang baik, dan yang membawa kepada pembinaan
moral.
Suatu faktor yang juga telah ikut memudahkan rusaknya moral
anak-anak muda ialah kurangnya bimbingan dalam mengisi waktu luang dengan yang
baik dan sehat. Umur muda adalah umur suka berkhayal, melamunkan hal yang jauh.
Kalau mereka dibiarkan tanpa bimbingan dalam mengisi waktunya, maka akan banyak
lamunan dan kelakuan yang kurang sehat timbul dari mereka.
8. Tidak ada atau kurangnya markas-markas
bimbingan dan penyuluhan bagi anak-anak dan pemuda-pemuda.
Terakhir perlu dicatat bahwa, kurangnya markas bimbingan dan
penyuluhan yang akan menampung dan menyalurkan anak-anak kearah mental yang
sehat. Dengan kurangnya atau tidak adanya tempat kembali bagi anak-anak yang
gelisah dan butuh bimbingan itu, maka pergilah mereka berkelompok dan bergabung
dengan anak-anak yang juga gelisah. Dari sini akan keluarlah model kelakuan
yang kurang menyenangkan.
C. Urgensi
Pendidikan Agama Berdasarkan Psikologi Islami.
Sesuai
perkembangan masyarakat yang semakin dinamis sebagai akibat kemajuan ilmu dan tekhnologi,
terutama tekhnologi informasi, maka aktualisasi nilai-nilai Alquran menjadi
sangat penting. Karena tanpa aktualisasi kitab suci ini, umat Islam akan
menghadapi kendala dalam upaya internalisasi nilai-nilai qurani sebagai upaya
pembentukan pribadi umat yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cerdas, maju dan
mandiri. (Said agil Husain: 2007)
Dalam kajian ini Pendidikan agama (islam) yang dimaksud adalah
proses
pembentukan pribadi muslim dengan menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai islam
sehingga terbentuk manusia-manusia islam yang utuh baik dari segi akal, jasmani
dan rohani untuk beramal didunia dan memetik hasilnya diakhirat. (Hasanuddin: 2009).
Menurut Suryabrata: 2012, Psikologi adalah ilmu pengetahuan
yang berusaha memahami sesama manusia dengan tujuan untuk dapat memperlakukanya
denga tepat. Sedangkan yang dimaksud dengan psikologi islami menurut Bastaman
dalam Thalib: 2011, psikologi islami merupakan corak psikologi berlandaskan
citra manusia menurut ajaran islam yang mengkaji keunikan pola prilaku manusia sebagai
ungkapan pengalaman interaksi dengan diri sendiri dan lingkungan sekitar dan
alam kerohanian dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas
keberagamaan.
Thalib: 2011 juga menambahkan bahwa psikologi islami
merupakan suatu gerakan islamisasi psikologi dengan landasan dan orientasi
nilai-nilai islami. Psikologi islami berorientasi pada citra manusia menurut
ajaran islam. Dalam pandangan islam manusia memiliki martabat tinggi sebagai
khalifah di bumi dengan fitrahnya yang suci dan beriman, serta memiliki roh
disamping raga dan jiwa. Perilaku manusia merupakan sasaran telaah paling nyata
dan dianggap sebagai manifestasi pengalaman manusia yang melibatkan unsur-unsur
dan proses pemikiran, perasaan sikap kehendak perilaku relasi anatar manusia.
Oleh karnanya dalam tulisan ini penulis akan menguraikan
pentingnya pendidikan agama (islam) baik dalam lingkungan keluarga, sekolah
maupun masyarakat berdasarkan psikologi islami:
1. Pendidikan agama dalam lingkungan
keluarga.
Keluarga
memiliki peranan penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak karna
keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang paling utama.
Menurut Majid
2011, pendidikan karakter pada anak harus disesuaikan tahap-tahap pertumbuhan
dan perkembangan anak. Antara lain:
a. Tauhid (Usia 0-2 tahun).
Dalam hadisnya Rasulullah saw bersabda yang artinya: “ Jadikanlah kata-kata pertama yang
diucapkan seorang anak, kalimat La ilaha illallah. Dan bacakan kepadanya
menjelang maut kalimat La ilaha illallah.” (HR. Ibnu Abbas).
Menurut Ibnu al-Qayyim dalam majid: 2011 apabila anak telah
mampu mengucapkan kata-kata sebanyak, maka diktekan pada mereka kalimat “La
ilaha illallah’ Muhammad Rasulullah. Dan jadikan suara pertama kali didengar
oleh anak berupa pengetahuan tentang keesaan Allah.
Tujuan Allah swt menciptakan manusia dimuka bumi ini adalah
tiada lain dan tiada bukan untuk beribadah kepadanya dan hal ini telah
tergambar dalam qs adzariyat ayat 49. Beribadah artinya menjalankan perintah
Allah dan menjauhi segala laranganya.
b. Adab (5-6 tahun).
“ Muliakan anak-anakmu dan didiklah
mereka dengan adab (budi pekerti) yang baik ” (HR: Ibnu Majah).
Menurut hidayatullah dalam Madjid: 2011, pada fase ini
hingga berusia 5-6 tahun anak dididik
budi pekerti, terutama yang berkaitan dengan nilai-nilai karakter
(moral) sebagai berikut:
1)
Jujur,
tidak berbohong
2)
Mengenal
mana yang benar dan mana yang salah
3)
Mengenal
mana yang baik dan mana yang buruk
4)
Mengenal
mana yang diperintah (yang dibolehkan) mana yang dilarang (yang tidak boleh
dilakukan).
c.
Tanggung
jawab diri (7-8 tahun).
“ Apabila anakmu sudah berusia 7 tahun
maka perintahkanlah dia untuk mengerjakan shalat. Apabila dia sudah berusia 10
tahun dan tidak shalat maka pukullah, serta pisahkanlah tempat tidurnya antara
laki-laki dan perempuan” (Al-Hadis).
Perintah agar anak usia 7 tahun mulai menjalankan shalat
menunjukkan bahwa anak mulai didik untuk bertanggung jawa, terutama dididik
untuk bertanggung jawab pada diri sendiri.
d. Caring- Peduli (9-10 tahun).
Setelah anak dididik tentang tanggung jawab diri, maka
selanjutnya anak dididik untuk mulai peduli pada orang lain, terutama
teman-teman sebaya yang setiap hari ia bergaul. Menghargai orang lain (hormat
kepada yang lebih tua dan menyayangi kepada yang lebih muda), menghormati
hak-hak orang lain, bekerjasama diantara teman-temanya, membantu dan menolong
orang lain, dan lain-lain merupakan aktivitas yang sangat penting pada masa
ini.
2. Pendidikan agama dalam lingkungan
sekolah
Lembaga
Pendidikan merupakan salah satu instrument untuk mencetak generasi Indonesia
yang cerdas, jujur, kreatif, menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta
berakhlak mulia. Seperti yang termaktub dalam undang-undang sistem pendidikan
nasional pasal 3 no. 20 tahun 2003.
Sedangkan
menurut Komariah: 2011 sekolah merupakan tempat yang sangat penting dalam
pembinaan moral anak setelah keluarga. Guru disekolah merupakan orang tua kedua
setelah ibu bapak dan keluarga. Komariah juga menambahkan bahwa modal pendidika
agama atau pendidikan moral yang dilaksanakan disekolah adalah sebagai berikut:
a. Hendaknya
dapat diusahakan supaya sekolah menjadi lapangan yang baik bagi pertumbuhan dan
perkembangan mental dan moral anak didik, disamping tempat pemberian pengetahuan,
pendidikan ketrampilan dan perkembangan bakat dan kecerdasan. Dengan kata laian
supaya sekolah merupakan lapanagan sosial dan segala aspek dan kepribadian
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
b. Pendidikan
agama, harus dilakukan secara intensif, ilmu dan amal supaya dapat dirasakan
oleh anak didik disekolah. Karna apabila pendidikan agama diabaikan atau
diremehkan oleh sekolah, maka didikan agama yang diterimanya dirumah tidak akan
berkembang, bahkan mungkin terhalang, apa lagi jika rumah tangga kurang dapat
memberikannya dengan cara yang sesuai dengan ilmu pendidikan dan ilmu jiwa.
c.
Hendaknya segala sesuatu yang
berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran (guru, pegawai, buku, pertauran
dan alat-alat) dapat membawa anak didik kepada pembinaan mental yang sehat,
moral yang tinggi dan pengembangan bakat, sehingga anak itu dapat lega dan
tenang dalam pertumbuhannya dan jiwanya tidak goncang. Kegoncangan jiwa dapat
menyebabkannya mudah terpengaruh oleh tingkah laku yang kurang baik.
d. Supaya
sekolah dan lembaga pendidikan dibersihkan dari tenaga yang kurang baik
moralnya dan kurang mempunyai keyakinan beragama, serta diusahakan menutup
segala kemungkinan penyelewengan.
e. Pelajaran
kesenian, olahraga, dan rekreasi bagi anak didik, haruslah mengindahkan peraturan
moral dan nilai agama, sehingga dalam pelaksanaan tersebut baik, baik teori
maupun prakteknya dapat memelihara moral dan kesehatan anak didik.
f.
Pergaulan anak didik hendaknya mendapat
perhatian dan bimbingan dari guru supaya pendidikan itu betul-betul pendidikan
yang sehat bagi anak-anak.
g. Sekolah
harus dapat memberikan bimbingan dalam pengisian waktu luang anak dengan
mengerakkanya kepada aktivitas yang menyenangkan tapi tidak merusak dan berlawanan dengan ajaran agama.
h. Di
tiap-tiap sekolah sedapat mungkin harus ada suatu kantor/ biro bimbingan dan
penyuluhan yang akan menampung dan memberikan tuntunan khusus bagi anak yang
membutuhkannya. Ini penting untuk mengurangi meluasnya kelakuan (moral) yang
tidak baik dari seorang anak kepada kawan-kawanya. Dan kantor/ biro tersebut
bertugas menolong anak-anak memiliki gejala yang akan membawa kepada kerusakan
moral.
3. Pendidikan agama dalam lingkungan
masyarakat.
Menurut Komariah: 2011, lingkungan
masyarakat juga sangat besar pengaruhnya terhadap moral anak-anak. Bagaimanapun
baiknya pendidikan keluarga dan sekolah, kalau lingkungan masyarakatnya buruk
akan besar pengaruhnya terhadap moral anak-anak. Oleh karna itu, diperlukan
model pendidikan moral (agama) dalam masyarakat sebagaimana dalam lingkungan
keluarga dan sekolah. Adapun model pendidikan agama yang dapat dilaksanakan
dalam lingkungan masyarakat diantaranya sebagai berikut:
a. Sebelum menghadapi pendidikan anak,
maka masyarakat yang telah rusak moralnya perlu diperbaiki melalui diri
sendiri, keluarga dan orang terdekat pada kita. Karena kerusakan masyarakat itu
sangat besar pengaruhnya dalam pembinaan moral anak.
b. Mengusahakan supaya masyarakat,
termasuk pemimpin dan penguasanya menyadari akan pendidikan anak, terutama
pendidikan agama karna pendidikan moral tanpa agama akan kurang berarti, sebab
nilai moral yang lengkap dan dapat betul-betul dilaksanakan adalah melalui
pendidikan agama.
c.
Supaya
buku, gambar, tulisan bacaan yang akan membawa kepada kerusakan moral anak
perlu dilarang peredarannya. Karna itu semua akan merusak moral dan mental
generasi muda. Yang sekaligus akan menghancurkan bangsa kita.
d. Supaya dihindarkan segala kemungkinan
terjadinya tindakan atau perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama dalam
pergaulan anak terutama ditempat rekreasi dan olahraga.
e. Supaya segala media massa, terutama
siaran radio, dan TV memperhatikan setiap macam uraian, pertunjukkan, kesenian
dan ungkapan-ungkapnnya jangan samapai ada yang bertentangan dengan ajaran
agama dan membawa kepada kemerosotan moral.
f.
Supaya
propaganda tentang obat dan alat pencegah kehamilan dikurangi, dan dilarang
peredaranya di pasar bebas karna hal tersebut ikut member kemungkinan terhadap
kemerosotan moral anak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Berdasarkan
uraian makalah diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama sangat urgen
(penting) bagi pertumbuhan dan perkemabangan anak (peserta didik). Sebaiknya
nilai agama dan nilai moral diajarkan pada anak sedini mungkin agar mereka
memiliki akidah yang kuat dan akhlak yang baik, sehingga pada saat mereka masuk
usia remaja atau dewasa, mereka dapat menimbang terlebih dahulu baik dan
buruknya (halal dan haram) suatu perbuatan baru mereka mengerjakan/ berbuat.
Keluarga
memiliki kewajiban dalam menjaga dan membimbing anaknya kearah yang positif
karna pendidikan yang paling utama ada didalam lingkungan keluarga. Begitupun
sekolah, sekolah merupakan tempat bersemayamnya peserta didik, disana mereka
mencari tahu apa yang belum diketahuinya. Semua element dalam lembaga
pendidikan harus mampu menjadi contoh teladan, dengan memperlihatkan perilaku
positif sesuai dengan tuntutan agama dan norma yang berlaku sehingga tujuan
pendidikan dapat tercapai dengan baik. Tidak terkecuali masyarakat disekitar,
wajib memperlihatkan lingkungan yang aman dan kondusif jauh dari tempat yang
dapat merusak aqidah dan moral umat, karna separuh tempat peserta didik untuk
berkembang dan berinteraksi ada dilingkungan masyarakat.
Jadi agar dapat
menyelesaikan perilaku negatif anak (peserta didik) perlu adanya kolaborasi
atau kerjasama antara keluarga, sekolah dan masyarakat, serta didukung oleh
kebikajakan pemerintah yang memperhatikan nilai agama dan norma yang berlaku.
B. Saran
Saran yang
sifatnya membangun dari pembaca sangat kami harapkan karena itu merupakan salah
satu motivator untuk membuat penulis
lebih kreatif lagi dalam menyusun makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alquran
dan Assunnah
Agil Said
Husain Al-Munawar. 2005. Aktualisasi
Nilai-Nilai Qurani Dalam System Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press.
Fachrudin. 2011. Peranan Pendidikan Agama Dalam Keluarga Terhadap Pembentukan
Kepribadian Anak-Anak. Jurnal
Pendidikan Agama Islam- Ta’alim. UPI. Bandung.
Hasanuddin.
2009. Dominasi Peradaban Barat Dalam
Pendidikan Islam. Jurnal Lentera Pendidikan UIN Alauddin.
Vol. 12 No.2. Desember 2009.
Komariah, K. 2011. Model Pendidikan Nilai Moral Bagi Para Remaja Menurut Perspektif Islam.
Jurnal Pendidikan Agama Islam- Ta’alim. UPI. Bandung.
Majid dan Dian Andayani. 2011. Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Islam. Bandung. Rosda Karya.
Muhaimin.
2013. Rekontruksi Pendidikan Islam. Jakarta.
Rajawali Pers.
Presiden Republik Indonesia. http:// Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
N0.20 Tahun 2003. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2013.
Suci solihati, http:// Pentingnya
pendidikan agama bagi remaja. Diakse pada tanggal 20 oktober 2013.
Suryabrata, S. (2012). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali
Press.
Thalib, S.B. (2013). Psikologi
Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif. Jakarta: Kencana Prenamedia
Group.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar