Rabu, 18 Desember 2013

Urgensi Pendidikan Agama dalam Menanggulangi Perilaku Negatif Peserta Didik (Di tinjau Berdasarkan Psikologi Islami)


Tugas Akhir
Mata Kuliah Psikologi Pendidikan


Urgensi Pendidikan Agama dalam Menanggulangi Perilaku Negatif Peserta Didik
(Di tinjau Berdasarkan Psikologi Islami)




OLEH :
MUH. IRWANSYAH, S.PD
13B13040

DOSEN:
PROF. DR. SYAMSUL BACHRI THALIB M.SI.



PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGER MAKASSAR
2013




ABSTRAK

Pendidikan agama merupakan pendidikan yang sangat penting dan harus dipenuhi oleh setiap insan manusia sedini mungkin. Karna pendidikan agama sumbernya adalah sang pencipta (Allah swt) melalui Alquran dan anjuran serta ajakan Nabi Muhammad saw yang berdasarkan pada Hadis. Dengan memahami nilai-nilai agama baik lewat keluarga, sekolah dan lingkungan peserta didik akan memiliki aqidah yang kuat dan akhlak yang mulia. Dengan dibekali aqidah dan akhlak yang kokoh peserta didik dapat membedakan antara perbuatan yang haram dan halal atau perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk. Sehingga ketika masuk usia remaja atau dewasa mereka bisa menyaring atau menimbang terlebih dahulu suatu perbuatan baru mereka berani bertindak/ berbuat. 
Membekali pendidikan agama pada anak (peserta didik) bukan hanya tugas lembaga pendidikan semata (sekolah), namun ini adalah tugas semua pihak baik itu keluarga, sekolah, maupun lingkungan masyarakat. Keluarga memiliki kewajiban dalam menjaga dan membimbing anaknya kearah yang positif karna pendidikan yang paling utama ada didalam lingkungan keluarga. Begitupun sekolah, sekolah merupakan tempat bersemayamnya peserta didik, disana mereka mencari tahu apa yang belum diketahuinya. Semua element dalam lembaga pendidikan harus mampu menjadi contoh teladan, dengan memperlihatkan perilaku positif sesuai dengan tuntutan agama dan norma yang berlaku sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik. Tidak terkecuali masyarakat disekitar, wajib memperlihatkan lingkungan yang aman dan kondusif jauh dari tempat yang dapat merusak aqidah dan moral umat, karna separuh tempat peserta didik untuk berkembang dan berinteraksi ada dilingkungan masyarakat.























BAB I
PENDAHULUAN
A.  Pengantar
Akhir-akhir ini berbagai permasalahan terus menghiasi kehidupan kita, salah satunya adalah masalah kenakalan remaja atau pergaulan bebas. Remaja yang diharapkan oleh semua pihak sebagai generasi penerus yang akan melanjutkan kehidupan bangsa, agar bangsa dan Negara kedepannya menjadi lebih baik dari hari ini.
Namun berbagai perilaku negatif (perilaku menyimpang) yang tidak sesuai dengan norma agama terus dilakukn oleh generasi bangsa ini. Misalnya mengkonsumsi minumakn keras dan Narkoba, Aborsi, melakukan hubungan seksual diluar pernikahan, HIV/ AIDS, tawuran antara pelajar maupun tawuran antara mahasiswa yang menyebabkan luka-luka bahkan kematian.
Berdasarkan informasi diatas sebagai calon pendidik yang berkecimpung didunia pendidikan penulis merasa terpukul dan prihatin melihat berbagai problematika tersebut. Oleh karnanya semua element masyarakat harus bekerjasama dalam menyelesaikan permasalahan diatas baik itu keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Apata lagi dalam undang-undang sistem pendidikan Nasional No.20 tahun 2003 berbunyi “Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta perada­ban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Oleh karna itu menurut Agus warsisto, terkait dengan undang-undang Sisdiknas yang diuraikan di atas jelas bahwa peran nilai-nilai agama menjadi sangat penting dalam setiap proses pendidikan yang terjadi di sekolah. Karena terbentuknya manusia yang beriman dan ber­akhlak mulia tidak mungkin tercapai tanpa peran dari agama.
Sedangkan menurut Said agil Husain, (2005:7), sesuai perkembangan masyarakat yang semakin dinamis sebagai akibat kemajuan ilmu dan tekhnologi, terutama tekhnologi informasi, maka aktualisasi nilai-nilai Alquran menjadi sangat penting. Karena tanpa aktualisasi kitab suci ini, umat Islam akan menghadapi kendala dalam upaya internalisasi nilai-nilai qurani sebagai upaya pembentukan pribadi umat yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cerdas, maju dan mandiri. 
Beliau juga menambahkan, bahwa secara normatif, tujuan yang ingin dicapai dalam proses aktualisasi nilai-nilai Alquran dalam pendidikan meliputi tiga dimensi atau aspek kehidupan yang harus dibina dan dikembangkan oleh pendidikan, yaitu:
1.  Dimensi spiritual, adalah iman Taqwa dan akhlak mulia (yang tercermin dalam ibadah dan mu’amalah).
2.  Dimensi budaya, merupakan kepribadian yang mantap dan mandiri, tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
3.  Dimensi kecerdasan yang membawa kepada kemajuan, yaitu cerdas, kreatif, terampil, disiplin, etos kerja, profesional, inovatif dan produktif. 
Berdasarkan uraian diatas penulis menyusun makalah ini dengan judul “ Urgensi Pendidikan Agama dalam Menanggulangi Prilaku Negatif Peserta Didik (Ditinjau Berdasarkan Psikologi Islami) ”
B.   Rumusan Masalah.
Dalam makalah ini penulis merumuskan tentang Bagaimana implementasi pendidikan agama di lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat dalam menanggulangi perilaku negatif peserta didik
C.   Tujuan
Adapun tujun dari tulisan ini yaitu untuk mengetahui pentingnya pendidikan agama di lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat dalam menanggulangi perilaku negatif peserta didik.










BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.  Perilaku Negatif Anak (Peserta Didik).
Perilaku negatif dalam tulisan ini artinya berbagai perilaku menyimpang yang dilakukan oleh anak (peserta didik) yang tidak sesuai dengan ajaran agama (islam) dan norma-norma yang berlaku misalnya kebiasaan mengkonsumsi alkohol, narkoba, berzina, aborsi, perkelahian dan berbagai perilaku menyimpang lainnya yang dapat merusak dirinya sendiri, menggangu orang lain bahkan fasilitas umum. 
Globalisasi (mendunia) merupakan suatu proses atau tatanan yang menyebabkan seseorang, atau suatu Negara saling dihubungkan dengan masyarakat atau Negara lain akibat kemajuan teknologi komunikasi diseluruh penjuru dunia. Oleh sebab itu, dalam era globalisasi, peristiwa-peristiwa yang terjadi disuatu Negara dapat diketahui dengan cepat oleh bangsa atau Negara lain. Hubungan yang lebih bersih efektif ini menyebabkan unsur-unsur budaya asing menjadi mudah masuk kesuatu Negara. (Solihati:2013).
Sedangkan menurut Muhaimin: 2013 ada beberapa tantangan bagi dunia pendidikan dizaman ini salah satu salah satu diantaranya adalah globalisasi dibidang budaya etika dan moral sebagai akibat dari kemajuan teknologi  dibidang transportasi dan informasi. Para siswa atau peserta didik saat ini telah mengenal berbagai sumber pesan pembelajaran baik yang bersifat pedagogis-terkontrol. Sumber-sumber pesan pembelajaran yang sulit terkontrol akan dapat memengaruhi perubahan budaya, etika dan moral para siswa atau masyarakat. Masyarakat yang semula merasa asing dan bahkan tabu terhadap model-model pakaian (fashion) yang terbuka dan hiburan-hiburan (fun) atau film-film porno dan sadism. Atau tabu dengan bacaan dengan gambar porno yang dibuat media massa, kemudian menjadi biasa-biasa saja  (permissive), bahkan ikut menjadi bagian dari itu. Sebagai eksesnya adalah munculnya sikap sadisme, kekerasan pemerkosaan, dan sebagainya dikalangan sebagian masyarakat. Bahkan tidak heran pada saat ini sering dijumpai model kehidupan controversial yang dapat dialami dalam waktu yang sama serta dapat bertemu dalam pribadi yang sama, yaitu antara kesalehan dan keseronohan, antara kelembutan dan kekekrasan, antara koruptor dan dermawan, antara koruptor dan keaktifan beribadah (shalat, haji atau umrah) serta antara masjid dan mall, yang keduanya terus berdampingan satu sama lain.   
Menurut sekretaris jendral Komite perlindungan anak Indonesia (KPAI) bahwa selama tahun 2008 hingga tahun 2010 terdapat 2,5 juta kasus aborsi dan konon katanya 800.000 diantaranya dilakukan oleh remaja dibawah usia 18 tahun. Sedangkan menurut Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Narkoba (GRANAT) sejak tahun 1999 jumlah pengguna Narkoba mencapai 2 juta orang dan pada tahun 2013 ini meningkat menjadi 4.583.690 orang, dan tidak sedikit generasi muda yaitu pelajar dan mahasiswa yang ikut menikmati barang haram tersebut(Granat.com/ BNN. com).
Permasalahan anak bangsa tidak selesai disitu saja akhir-akhir ini pihak kepolisian disibukkan dengan tindakan brutal dan aksi premanisme yang dilakukan oleh geng motor diberbagai daerah. Mereka tidak segan-segan untuk merusak fasilitas umum dan bahkan melakukan aksi pembunuhan terhadap pihak-pihak yang mereka anggap sebagai musuh. Seperti yang terjadi dikota Makassar Sulawesi selatan (Kamis, 9/5/2013) dua orang wartawan Trans TV dan Fajar TV ditikam dengan menggunakan badik setelah itu para pelaku mengambil ponsel korban lalu kabur (sindonews.com). Padahal generasi muda merupakan calon pemimpin dimasa yang akan datang yang harus dijaga dan diawasi proses pertumbuhan dan perkembanaganya. Apabila generasi muda hari ini telah melakukan suatu kerusakan yakin dan percaya bahwa bangsa dan Negara ini kedepanya ikut merasakan kerusakan tersebut.
Sementara dalam Alquran Allah swt mengatakan, yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya mengkonsumsi minuman keras (khamar), berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”. (QS. Al- Maidah: 90.

 Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah saw dalam hadisnya yang artinnya: “Jauhilah Khamar Sesunguhnya ia adalah kunci semua keburukan” (HR.Al-Hakim & Al-Baihaqi).
Selanjutnya dalam ayat yang lain Allah swt mengatakan:
“Dan janganlah kamu mendekati zina, Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. (Qs. Al-Isra’a: 32).  

Bahaya dari perzinahan telah digambarkan oleh Rasulullah saw 14 abad yang lalu dalam hadisnya:
“Umatku senantiasa ada dalam kebaikan selama tidak terdapat Zina namun jika terdapat Zina maka Allah swt akan melimpakkan Azab terhadap mereka” (HR. Ahmad). 

B.   Faktor- Faktor Yang Menyebabkan Munculnya Perilaku Negatif. 
Menurut Zakiah drajat dalam Fachrudin: 2011 faktor- faktor penyebab anak berkepribadian buruk dewasa ini yaitu:
1.  Kurang tertanamnya jiwa agama pada tiap-tiap orang dalam masyarakat.
Keyakinan beragama yang berdasarkan atas pengertian yang sungguh-sungguh dan sehat tentang ajaran agama yang dianutnya dan, kemudian diiringi dengan pelaksanaan ajaran-ajaran tersebut merupakan benteng yang paling kokoh. Apabila keyakinan beragama itu betul-betul telah menjadi bagian integral dari kepribadian seseorang maka keyakinannya itulah yang akan mengawasi segala tindakan, perkataan bahkan perasaanya. Jika terjadi tarikan orang pada kepada yang tampaknya menyenangkan dan mengembirakan, maka keimananya cepat bertindak meneliti apakah hal tersebut boleh atau terlarang oleh agamannya. Andaikan termasuk hal yang terlarang, betapapun tarikan luar itu tidak akan diindahkannya, karena ia takut melaksanakan yang terlarang dalam agama. Jika setiap orang kuat keyakinanya kepada tuhan, mau menjalankan agama dengan sungguh-sungguh, maka tidak perlu polisi, tidak perlu pengawasan yang ketat, karna setiap dapat menjaga dirinya sendiri, tidak mau melanggar hukum-hukum dan ketentuan tuhannya. Semakin jauh masyarakat dari agama, semakin susah memelihara moral orang dalam masyarakat itu dan semakin kacaulah suasana, karena semakin banyaknya pelanggaran-pelanggaran atas hak dan hukum.  
2.  Keadaan masyarakat yang kurang stabil baik dari segi ekonomi, sosial dan politik.
Faktor kedua yang ikut mempengaruhi moral masyarakat ialah kurang stabilnya keadaan baik ekonomi, sosial maupun politik. Kegoncangan atau ketidak stabilan suasana yang melingkungi seseorang menyebabkan gelisah dan cemas, akibat tidak mencapai rasa aman dan ketentraman dalam hidup. Demikian juga dengan keadaan sosial dan politik, jika tidak stabil, maka akan menyebabkan orang merasa takut, cemas dan gelisah, dan keadaan seperti ini akan mendorong pula pada kelakuan-kelakuan yang mencari rasa aman yang kadang-kadang menimbulkan kecurigaan, tuduhan-tuduhan yang tidak beralasan, kebencian kepada orang lain, adu domba, fitnah dan lain sebagainya. Hal ini semua mudah terjadi pada orang yang kurang keyakinannya kepada agama, dan mudah menjadi gelisah.
3.  Pendidikan moral tidak terlaksana menurut mestinya, baik dirumah tangga, sekolah maupun masyarakat.
Faktor  ketiga yang juga penting adalah tidak terlaksananya pendidikan moral dengan baik dalam rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Pembinaan moral seharusnya dilaksanakan sejak anak kecil sesuai dengan kemampuan dan umurnya. Karena setiap anak lahir belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah, dan belum tahu batas-batas dan ketentuan moral yang berlaku dalam lingkunganya. Tanpa dibiaskan menamkan sikap-sikap yang dianggap baik untuk pertumbuhan moral, anak-anak akan dibesarkan tanpa mengenl moral itu. Juga peril diingat bahwa pemahaman tentang moral belum dapat menjamin tindakan moral. Moral bukanlah suatu pelajaran atau ilmu pengetahuan yang dapat dicapai dengan mempelajari, tanpa membiasakan hidup bermoral dari kecil, karena moral itu tumbuh dari tindakan kepada pengertian. Disinilah peranan orang tua, guru dan lingkungan yang sangat penting. Jika anak dilahirkan dan dibesarkan oleh orang tua yang tidak bermoral atau tidak mengerti cara mendidik, ditambah pula dengan lingkungan masyarakat yang goncang dan kurang mengindahkan moral, maka sudah barang tentu hasil yang akan terjadi tidak menggembirakan dari segi moral.
4.  Suasana rumah tangga yang kurang baik.
Faktor yang terlihat pula dalam masyarakat sekarang ialah kerukunan hidup dalam rumah tangga kurang terjamin tidak tampak adanya saling pengertian, saling menerima, saling menghargai, saling mencintai diantara suami isteri. Tidak rukunnya ibu bapak menyebabkan gelisahnya anak-anak, mereka menjadi takut, cemas  dan tidak tahan berada ditengah-tengah orang tua yang tidak rukun. Maka anak-anak yang gelisah dan cemas itu mudah terdorong kepada perbuatan-perbuatan yang merupakan ungkapan dari rasa hatinya, biasanya akan menggangu ketentraman orang lain. Demikian juga halnya dengan anak-anak yang merasa kurang mendapat perhatian, kasih saying dan pemeliharaan orang tua akan mencari kepuasaan diluar rumah.
5.  Diperkenalkan secara populer obat-obat dan alat-alat anti hamil.
Suatu hal yang sementara pejabat tidak disadari bahayanya terhadap moral anak-anak muda adalah diperkenalkannya secara populer obat-obatan dan alat-alat yang digunakan untuk mencegah kehamilan. Seperti kita ketahui bahwa usia muda adalah usia yang baru mengalami dorongan seksual akibat pertumbuhan biologis yang dilaluinya, mereka belum mempunyai pengalaman, dan jika mereka juga belum mendapatkan didikan agama yang mendalam, mereka akan dengan mudah dibujuk oleh orang-orang yang tidak baik yang hanya melampiaskan hawa nafsunya. Dengan demikian, akan terjadilah obat atau alat-alat itu digunakan oleh anak-anak muda yang tidak terkecuali anak-anak sekolah atau mahasiswa yang dapat dibujuk oleh orang yang tidak baik itu oleh kemauan mereka sendiri yang mengikuti arus darah mudanya tanpa terkendali. Orang tidak ada yang tahu,  karena bekasnya tidak terlihat dari luar.
6.  Banyaknya tulisan-tulisan, gambar-gambar, siaran-siaran, kesenian-kesenian yang tidak mengindahkan dasar-dasar dan tuntunan moral.
Suatu hal yang belakang ini kurang mendapat perhatian kita ialah tulisan-tulisan, bacaan-bacaan, lukisan-lukisan, siaran-siaran, kesenian-kesenian dan permainan-permainan yang seolah-olah mendorong anak muda untuk mengikuti arus mudanya. Segi-segi moral dan mental kurang mendapat perhatian, hasil-hasil seni itu sekedar ungkapan dari keinginan dan kebutuhan yang sesungguhnya tidak dapat dipenuhi begitu saja. Lalu digambarkan dengan sangat realistis, sehingga semua yang tersimpan di dalam  hati anak-anak muda diungkap dan realisasinya terlihat dalam cerita, lukisan atau permainan tersebut. Inipun mendorong anak-anak muda kejurang kemerosotan moral.
7.  Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang (leisure time) dengan cara yang baik, dan yang membawa kepada pembinaan moral.
Suatu faktor yang juga telah ikut memudahkan rusaknya moral anak-anak muda ialah kurangnya bimbingan dalam mengisi waktu luang dengan yang baik dan sehat. Umur muda adalah umur suka berkhayal, melamunkan hal yang jauh. Kalau mereka dibiarkan tanpa bimbingan dalam mengisi waktunya, maka akan banyak lamunan dan kelakuan yang kurang sehat timbul dari mereka.
8.  Tidak ada atau kurangnya markas-markas bimbingan dan penyuluhan bagi anak-anak dan pemuda-pemuda.
Terakhir perlu dicatat bahwa, kurangnya markas bimbingan dan penyuluhan yang akan menampung dan menyalurkan anak-anak kearah mental yang sehat. Dengan kurangnya atau tidak adanya tempat kembali bagi anak-anak yang gelisah dan butuh bimbingan itu, maka pergilah mereka berkelompok dan bergabung dengan anak-anak yang juga gelisah. Dari sini akan keluarlah model kelakuan yang kurang menyenangkan. 

C.   Urgensi Pendidikan Agama Berdasarkan Psikologi Islami.
Sesuai perkembangan masyarakat yang semakin dinamis sebagai akibat kemajuan ilmu dan tekhnologi, terutama tekhnologi informasi, maka aktualisasi nilai-nilai Alquran menjadi sangat penting. Karena tanpa aktualisasi kitab suci ini, umat Islam akan menghadapi kendala dalam upaya internalisasi nilai-nilai qurani sebagai upaya pembentukan pribadi umat yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cerdas, maju dan mandiri. (Said agil Husain: 2007)
Dalam kajian ini Pendidikan agama (islam) yang dimaksud adalah proses pembentukan pribadi muslim dengan menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai islam sehingga terbentuk manusia-manusia islam yang utuh baik dari segi akal, jasmani dan rohani untuk beramal didunia dan memetik hasilnya diakhirat. (Hasanuddin: 2009).
Menurut Suryabrata: 2012, Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memahami sesama manusia dengan tujuan untuk dapat memperlakukanya denga tepat. Sedangkan yang dimaksud dengan psikologi islami menurut Bastaman dalam Thalib: 2011, psikologi islami merupakan corak psikologi berlandaskan citra manusia menurut ajaran islam yang mengkaji keunikan pola prilaku manusia sebagai ungkapan pengalaman interaksi dengan diri sendiri dan lingkungan sekitar dan alam kerohanian dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas keberagamaan.  
Thalib: 2011 juga menambahkan bahwa psikologi islami merupakan suatu gerakan islamisasi psikologi dengan landasan dan orientasi nilai-nilai islami. Psikologi islami berorientasi pada citra manusia menurut ajaran islam. Dalam pandangan islam manusia memiliki martabat tinggi sebagai khalifah di bumi dengan fitrahnya yang suci dan beriman, serta memiliki roh disamping raga dan jiwa. Perilaku manusia merupakan sasaran telaah paling nyata dan dianggap sebagai manifestasi pengalaman manusia yang melibatkan unsur-unsur dan proses pemikiran, perasaan sikap kehendak perilaku relasi anatar manusia.
Oleh karnanya dalam tulisan ini penulis akan menguraikan pentingnya pendidikan agama (islam) baik dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat berdasarkan psikologi islami:  
1.     Pendidikan agama dalam lingkungan keluarga.
Keluarga memiliki peranan penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak karna keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang paling utama.
Menurut Majid 2011, pendidikan karakter pada anak harus disesuaikan tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan anak. Antara lain:
a.  Tauhid (Usia 0-2 tahun).
Dalam hadisnya Rasulullah saw bersabda yang artinya: “ Jadikanlah kata-kata pertama yang diucapkan seorang anak, kalimat La ilaha illallah. Dan bacakan kepadanya menjelang maut kalimat La ilaha illallah.” (HR. Ibnu Abbas).
Menurut Ibnu al-Qayyim dalam majid: 2011 apabila anak telah mampu mengucapkan kata-kata sebanyak, maka diktekan pada mereka kalimat “La ilaha illallah’ Muhammad Rasulullah. Dan jadikan suara pertama kali didengar oleh anak berupa pengetahuan tentang keesaan Allah.
Tujuan Allah swt menciptakan manusia dimuka bumi ini adalah tiada lain dan tiada bukan untuk beribadah kepadanya dan hal ini telah tergambar dalam qs adzariyat ayat 49. Beribadah artinya menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala laranganya.
b. Adab (5-6 tahun).
“ Muliakan anak-anakmu dan didiklah mereka dengan adab (budi pekerti) yang baik ” (HR: Ibnu Majah).
Menurut hidayatullah dalam Madjid: 2011, pada fase ini hingga berusia 5-6 tahun anak dididik  budi pekerti, terutama yang berkaitan dengan nilai-nilai karakter (moral) sebagai berikut:
1)    Jujur, tidak berbohong
2)    Mengenal mana yang benar dan mana yang salah
3)    Mengenal mana yang baik dan mana yang buruk
4)    Mengenal mana yang diperintah (yang dibolehkan) mana yang dilarang (yang tidak boleh dilakukan).  
c.   Tanggung jawab diri (7-8 tahun).
“ Apabila anakmu sudah berusia 7 tahun maka perintahkanlah dia untuk mengerjakan shalat. Apabila dia sudah berusia 10 tahun dan tidak shalat maka pukullah, serta pisahkanlah tempat tidurnya antara laki-laki dan perempuan” (Al-Hadis).
Perintah agar anak usia 7 tahun mulai menjalankan shalat menunjukkan bahwa anak mulai didik untuk bertanggung jawa, terutama dididik untuk bertanggung jawab pada diri sendiri.
d. Caring- Peduli (9-10 tahun).
Setelah anak dididik tentang tanggung jawab diri, maka selanjutnya anak dididik untuk mulai peduli pada orang lain, terutama teman-teman sebaya yang setiap hari ia bergaul. Menghargai orang lain (hormat kepada yang lebih tua dan menyayangi kepada yang lebih muda), menghormati hak-hak orang lain, bekerjasama diantara teman-temanya, membantu dan menolong orang lain, dan lain-lain merupakan aktivitas yang sangat penting pada masa ini.

2.     Pendidikan agama dalam lingkungan sekolah
Lembaga Pendidikan merupakan salah satu instrument untuk mencetak generasi Indonesia yang cerdas, jujur, kreatif, menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta berakhlak mulia. Seperti yang termaktub dalam undang-undang sistem pendidikan nasional pasal 3 no. 20 tahun 2003.
Sedangkan menurut Komariah: 2011 sekolah merupakan tempat yang sangat penting dalam pembinaan moral anak setelah keluarga. Guru disekolah merupakan orang tua kedua setelah ibu bapak dan keluarga. Komariah juga menambahkan bahwa modal pendidika agama atau pendidikan moral yang dilaksanakan disekolah adalah sebagai berikut:
a.  Hendaknya dapat diusahakan supaya sekolah menjadi lapangan yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan mental dan moral anak didik, disamping tempat pemberian pengetahuan, pendidikan ketrampilan dan perkembangan bakat dan kecerdasan. Dengan kata laian supaya sekolah merupakan lapanagan sosial dan segala aspek dan kepribadian dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
b. Pendidikan agama, harus dilakukan secara intensif, ilmu dan amal supaya dapat dirasakan oleh anak didik disekolah. Karna apabila pendidikan agama diabaikan atau diremehkan oleh sekolah, maka didikan agama yang diterimanya dirumah tidak akan berkembang, bahkan mungkin terhalang, apa lagi jika rumah tangga kurang dapat memberikannya dengan cara yang sesuai dengan ilmu pendidikan dan ilmu jiwa.
c.   Hendaknya segala sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran (guru, pegawai, buku, pertauran dan alat-alat) dapat membawa anak didik kepada pembinaan mental yang sehat, moral yang tinggi dan pengembangan bakat, sehingga anak itu dapat lega dan tenang dalam pertumbuhannya dan jiwanya tidak goncang. Kegoncangan jiwa dapat menyebabkannya mudah terpengaruh oleh tingkah laku yang kurang baik.
d. Supaya sekolah dan lembaga pendidikan dibersihkan dari tenaga yang kurang baik moralnya dan kurang mempunyai keyakinan beragama, serta diusahakan menutup segala kemungkinan penyelewengan.
e.  Pelajaran kesenian, olahraga, dan rekreasi bagi anak didik, haruslah mengindahkan peraturan moral dan nilai agama, sehingga dalam pelaksanaan tersebut baik, baik teori maupun prakteknya dapat memelihara moral dan kesehatan anak didik.
f.    Pergaulan anak didik hendaknya mendapat perhatian dan bimbingan dari guru supaya pendidikan itu betul-betul pendidikan yang sehat bagi anak-anak.
g. Sekolah harus dapat memberikan bimbingan dalam pengisian waktu luang anak dengan mengerakkanya kepada aktivitas yang menyenangkan tapi tidak  merusak dan berlawanan dengan ajaran agama.
h. Di tiap-tiap sekolah sedapat mungkin harus ada suatu kantor/ biro bimbingan dan penyuluhan yang akan menampung dan memberikan tuntunan khusus bagi anak yang membutuhkannya. Ini penting untuk mengurangi meluasnya kelakuan (moral) yang tidak baik dari seorang anak kepada kawan-kawanya. Dan kantor/ biro tersebut bertugas menolong anak-anak memiliki gejala yang akan membawa kepada kerusakan moral.

3.     Pendidikan agama dalam lingkungan masyarakat.
Menurut Komariah: 2011, lingkungan masyarakat juga sangat besar pengaruhnya terhadap moral anak-anak. Bagaimanapun baiknya pendidikan keluarga dan sekolah, kalau lingkungan masyarakatnya buruk akan besar pengaruhnya terhadap moral anak-anak. Oleh karna itu, diperlukan model pendidikan moral (agama) dalam masyarakat sebagaimana dalam lingkungan keluarga dan sekolah. Adapun model pendidikan agama yang dapat dilaksanakan dalam lingkungan masyarakat diantaranya sebagai berikut:
a.  Sebelum menghadapi pendidikan anak, maka masyarakat yang telah rusak moralnya perlu diperbaiki melalui diri sendiri, keluarga dan orang terdekat pada kita. Karena kerusakan masyarakat itu sangat besar pengaruhnya dalam pembinaan moral anak.
b. Mengusahakan supaya masyarakat, termasuk pemimpin dan penguasanya menyadari akan pendidikan anak, terutama pendidikan agama karna pendidikan moral tanpa agama akan kurang berarti, sebab nilai moral yang lengkap dan dapat betul-betul dilaksanakan adalah melalui pendidikan agama.
c.   Supaya buku, gambar, tulisan bacaan yang akan membawa kepada kerusakan moral anak perlu dilarang peredarannya. Karna itu semua akan merusak moral dan mental generasi muda. Yang sekaligus akan menghancurkan bangsa kita.
d. Supaya dihindarkan segala kemungkinan terjadinya tindakan atau perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama dalam pergaulan anak terutama ditempat rekreasi dan olahraga.
e.  Supaya segala media massa, terutama siaran radio, dan TV memperhatikan setiap macam uraian, pertunjukkan, kesenian dan ungkapan-ungkapnnya jangan samapai ada yang bertentangan dengan ajaran agama dan membawa kepada kemerosotan moral.
f.    Supaya propaganda tentang obat dan alat pencegah kehamilan dikurangi, dan dilarang peredaranya di pasar bebas karna hal tersebut ikut member kemungkinan terhadap kemerosotan moral anak.






BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan.
Berdasarkan uraian makalah diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama sangat urgen (penting) bagi pertumbuhan dan perkemabangan anak (peserta didik). Sebaiknya nilai agama dan nilai moral diajarkan pada anak sedini mungkin agar mereka memiliki akidah yang kuat dan akhlak yang baik, sehingga pada saat mereka masuk usia remaja atau dewasa, mereka dapat menimbang terlebih dahulu baik dan buruknya (halal dan haram) suatu perbuatan baru mereka mengerjakan/ berbuat.
Keluarga memiliki kewajiban dalam menjaga dan membimbing anaknya kearah yang positif karna pendidikan yang paling utama ada didalam lingkungan keluarga. Begitupun sekolah, sekolah merupakan tempat bersemayamnya peserta didik, disana mereka mencari tahu apa yang belum diketahuinya. Semua element dalam lembaga pendidikan harus mampu menjadi contoh teladan, dengan memperlihatkan perilaku positif sesuai dengan tuntutan agama dan norma yang berlaku sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik. Tidak terkecuali masyarakat disekitar, wajib memperlihatkan lingkungan yang aman dan kondusif jauh dari tempat yang dapat merusak aqidah dan moral umat, karna separuh tempat peserta didik untuk berkembang dan berinteraksi ada dilingkungan masyarakat.
Jadi agar dapat menyelesaikan perilaku negatif anak (peserta didik) perlu adanya kolaborasi atau kerjasama antara keluarga, sekolah dan masyarakat, serta didukung oleh kebikajakan pemerintah yang memperhatikan nilai agama dan norma yang berlaku.  
B.   Saran
Saran yang sifatnya membangun dari pembaca sangat kami harapkan karena itu merupakan salah satu motivator  untuk membuat penulis lebih kreatif lagi dalam menyusun makalah berikutnya.


DAFTAR PUSTAKA
Alquran dan Assunnah
Agil Said Husain Al-Munawar. 2005. Aktualisasi Nilai-Nilai Qurani Dalam System Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press.

Fachrudin. 2011. Peranan Pendidikan Agama Dalam Keluarga Terhadap Pembentukan Kepribadian  Anak-Anak. Jurnal Pendidikan Agama Islam- Ta’alim. UPI. Bandung.
Hasanuddin. 2009. Dominasi Peradaban Barat Dalam Pendidikan Islam. Jurnal Lentera Pendidikan UIN Alauddin. Vol. 12 No.2. Desember 2009.
Komariah, K. 2011. Model Pendidikan Nilai Moral Bagi Para Remaja Menurut Perspektif Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam- Ta’alim. UPI. Bandung.
Majid dan Dian Andayani. 2011. Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Islam. Bandung. Rosda Karya.

Muhaimin. 2013. Rekontruksi Pendidikan Islam. Jakarta. Rajawali Pers.
Presiden Republik Indonesia. http:// Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional N0.20 Tahun 2003. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2013.

Suci solihati, http:// Pentingnya pendidikan agama bagi remaja. Diakse pada tanggal 20 oktober  2013.

Suryabrata, S. (2012). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.
Thalib, S.B. (2013). Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif. Jakarta: Kencana Prenamedia Group.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar